Wipe paper

Tell you a fan teaser in the story… Wind the blast frequently live in mad for trues in pandemic off clinic source codes in China from Covid-19 leash append trip Korea. Inspection from art treats to…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Amor Fati

Ada macam-macam bentuk cinta di dunia ini.

Cinta yang datang terlambat.

Cinta bertepuk sebelah tangan.

Cinta yang tepat waktu.

And so on.

Sabian memiliki privilege berupa kehidupan rumah tangga orang tua yang harmonis. Ayah dan ibunya hampir tidak pernah bertengkar, a happy couple till this day. Mereka selalu berhasil menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Sesuatu yang sangat langka and sometimes, Sabian took it for granted.

Maka itulah standar yang sabian terapkan untuk hubungan percintaannya sedari dulu. Whenever he had conflict with his past partner, he automatically thought that they’re not meant to be. So every time some one fall sort of his expectation, he ran away.

Wajah gantengnya pun membuat sifat itu menjadi lebih buruk. Sabian tidak pernah merasakan apa itu cinta bertepuk sebelah tangan. Sabian tidak pernah patah hati. He always get what he wanted. He always manage to be the one who left first.

He never know that this trait of his was a big no. Until one day his life tangled with a girl named Olivia Carla.

And of course, there’s a first time for everything.

Olivia Carla hanyalah seperti kebanyakan orang lain. Easy. Everything was easy for Sabian. Tidak perlu usaha yang berlebihan untuk membuat Olivia jatuh cinta dan menerimanya sebagai kekasih. Olivia menerima Sabian meski sahabat-sahabatnya tak lelah mengingatkan Olivia tentang reputasi Sabian yang mudah bergonta-ganti pacar.

Olivia adalah segala kebalikan dari Sabian. Opposite attract, they said. Mereka begitu berbeda dalam berbagai hal namun pada akhirnya Olivia berhasil menjadi pacar Sabian yang paling awet sampai saat ini. Mereka jarang bertengkar, seperti harapan Sabian. Semua terlihat sempurna. Namun tidak untuk Sabian.

Pada akhirnya Sabian merasa bosan.

Bosan dengan hubungan yang begitu-begitu saja. He get tired of their steadfast relationship. He miss his old days of chasing new sparks. Begitulah manusia, tidak pernah puas. Ternyata hubungan yang adem ayem seperti harapannya selama ini pun tak mampu membuatnya untuk tetap tinggal.

It just… not fun.

Maka Sabian mulai merasa tidak bahagia, tidak puas dengan hubungan yang ia miliki saat itu. Olivia itu ibarat danau, terlalu tenang. Terlalu misterius dan kadang sulit ditebak. The grass was always greener on the other side, right?

Sabian bosan dengan Olivia yang santai. Sabian bosan dengan Olivia yang tidak memiliki hobi yang sama dengannya. Sabian bosan dengan selera musik mereka yang bertolak belakang hingga ia jadi nggak pernah lagi nonton konser bareng pacar. Sabian bosan dengan Olivia yang meski telah menemukan begitu banyak perbedaan namun tidak pernah sekalipun mempermasalahkannya.

Dan ketika rasa bosan terasa lebih besar dari apapun hasrat yang ia miliki untuk melanjutkan hubungan itu, tentu saja, seperti yang selalu terjadi sebelumnya, Sabian minta putus.

But Olivia Carla was always unpredictable for Sabian. Olivia hanya menanyakan alasan Sabian, yang kemudian ia jawab dengan jujur. Olivia kemudian berusaha mengajaknya untuk mencoba memperbaiki hubungan mereka, “Ayo kita usaha, sekali lagi. Ayo kita usaha dulu.” bujuk Olivia saat itu. Namun saat Sabian tetap kekeuh pada keinginannya, Olivia pun melepaskannya. Begitu saja.

Surprisingly, with no further fight.

Tanpa drama.

Olivia tidak berusaha menahannya lebih jauh. Olivia tidak bersikap seperti mantan-mantannya terdahulu yang memohon agar mereka tidak putus. Olivia tidak bersikap clingy sama sekali, still calm and keep her composure. She let him go and never look back ever since.

So Olivia Carla. How annoying.

Somehow, it rubbed Sabian in the wrong way. It irks him so much how unaffected Olivia was with their break up. But it doesn’t matter, at least he’s free now.

Teman-temannya sudah mengingatkan orang seperti apa Sabian itu. Namun Olivia selalu berharap kalau teman-temannya salah, mereka hanya tidak mengenal Sabian Niko sedekat dirinya. Sabian is a good guy. Olivia merasa bahagia bersama Sabian yang begitu berbeda dengannya. Sabian membuat hari-harinya lebih berwarna.

Olivia’s life used to be devastatingly ordinary but ever since Sabian happen, everything seems brighter.

But her friends keep remind her that someday her expectation would hurt her, especially if it was about Sabian Niko.

‘Expect nothing and you’ll never get disappointed.’ they said.

Wrong.

For Olivia, that the danger of expecting nothing was that in the end it’d might be all that we’ll get. And Olivia was anything but someone who settle for less than she thought she deserve. Atau mungkin Olivia hanyalah seorang hopeless romantic yang lebih memilih mencoba dan sakit daripada tidak berusaha sama sekali.

Namun bohong jika bilang hati Olivia tak hancur saat Sabian minta putus dengan alasan bosan.

Bosan.

Begitu mudah rasa cintanya tergeser oleh sesuatu sesepele rasa bosan. Setidak berharga itu kah cintanya?

Olivia tidak pernah tau bosan bisa membuatnya sesakit ini. Olivia sudah berusaha semampunya. Olivia merasa ia telah memberi yang terbaik yang ia bisa untuk hubungan mereka. Olivia selalu terbuka untuk membicarakan apapun masalah yang ada diantara dirinya dengan Sabian. Dan seingat Olivia selama ini mereka jarang sekali ada masalah.

Olivia baru tau kalau dalam sebuah hubungan, jarang berantem pun bisa mnejadi sebuah masalah. Tidak pernah ada yang mengingatkan Olivia kalau kebosanan dalam sebuah hubungan bisa sefatal ini akibatnya. Olivia bahkan tidak sadar tau kalau mereka sedang tidak baik-baik saja.

How unfair it is to fall in love at the same time but not when fall out of love.

And it hurts like a bitch to be erased by denying him her love.

Tapi sebesar apapun cinta yang Olivia miliki tak akan bisa membuat orang yang sudah ingin pergi untuk tetap tinggal.

No one ever teach her not to turn people into a home. People are like the vast ocean. Ever changing. Ever flowing. Sweeping along predictable paths and will devour everything you put inside them.

People say there’s two kinds of bravery in this world. First, the bravery of fighting for something we believe and love. Second, the bravery of letting go and choosing yourself.

And this time, Olivia pick the second because now she has learned the hard way that home does has a heartbeat. But it isn’t one locked in anyone else’s chest.

It’s inside of her own.

Tidak butuh waktu lama bagi Sabian untuk menemukan pengganti Olivia. Easy. Mengganti Olivia begitu mudah. Olivia sampai sekarang bahkan tidak mengeblock atau mengunfollow Sabian dimana pun. Tidak seperti kebanyakan mantannya yang lain. Sabian pikir, mungkin sedikit banyak Olivia masih ngarep untuk balikan dengannya.

Dibandingkan dengan Olivia yang tenang dan membosankan seperti danau, kekasih Sabian sekarang ibarat pantai. Beaches are full of wave and excitement. Inilah yang ia cari selama ini, pikirnya.

Maka Sabian berusaha menunjukan kepada Olivia kehidupan percintaannya yang sekarang dengan rajin mengupdate sosial medianya.

Sabian ingin Olivia melihat, beginilah cinta seharusnya. Sparks and butterflies.

Exciting.

Sabian ingin Olivia melihat betapa bahagia ia sekarang.

Olivia sudah memutuskan bahwa ia akan melupakan Sabian. Bukan sesuatu yang mudah tentu saja. It hurts to be broken and it hurts even more when she realize that she still loves Sabian. The saddest kind of sad when she can’t even cry and combust.

Numb.

There’s no more ‘see you tomorrow’. There is no future plan anymore. Like her world just suddenly put to stop. But it doesn’t. The sun keep rising, day after day without caring about her heartache.

And maybe, after Sabian, falling in love and falling asleep are both so hard to do.

Olivia tahu bahwa Sabian sudah menemukan penggantinya. Begitu cepat. Begitu mudah. There’s nothing in this world that felt worse than realizing you mean so little to those who mean the world for you.

Olivia wants to hate him so badly. But she just can’t forget all the days Sabian made her feel as though he was made of sunshine.

And it hurts until it doesn’t.

She think it’s going to break her, but she survive.

She may not sleeping well, but she’ll be fine.

Numb. But just fine.

Like any other feeling in life, excitement, they wont last. The sparks, the beauty of new love is like cherry blossom, they’re pretty but they’re gone so soon.

Dan ketika semua keseruan dari segala hal baru itu memudar, Sabian mulai merasakan sesuatu.

He feels fucking empty. Seakan segala hal di dunia ini kehilangan maknanya. Bahkan di tengah hingar-bingar manusia dan hangat pelukan kekasih, Sabian merasa sendiri. Sebuah perasaan yang tidak dapat ia mengerti karena baru kali ini ia rasakan.

Sabian pun mulai sering mendengarkan lagu EDM, sesuatu yang sangat-sangat bukan dirinya yang lebih menyukai lagu slow and easy listening. He played the music so loud, a beat to drown out his thought, blasting so high he cannot think. He obviously long for something (or someone) but didn’t have the guts to admit it.

And even more on his fucking silent days, he’d miss her a little louder. He can almost hear her absence in his soul, sometimes loud, at times it’s just a hushed echo. Lingering low and quietly lurking, but it never fades.

Sabian realize that Olivia Carla has stole something from him. His solitude. As loneliness is the absence of connection, not company.

Hari berganti hari berubah menjadi bulan. Entah sudah berapa lama waktu berlalu hingga akhirnya kedua insan itu berpapas-jalan lagi. Hanyalah hari yang. biasa saja di cafe, saat sebuah kebetulan akhirnya mempertemukan keduanya.

Sabian melihat Olivia Carla duduk di samping jendela, sibuk mengobrol dengan seseorang. Pacar barunya kah?

Sabian could not, for the love of god, stop looking at her. Olivia was unraveling into someone more dazzling than he could ever remember after their last encounter. Apakah Olivia selama ini memang seindah ini atau Sabian hanya terlalu rindu?

As Sabian watching Olivia smiling to someone who’s not him, there’s a tautness hatching in his throat. It hurts and anger start bubbling in the pit of his stomach but he knows better. He no longer has the right. And that’s making him even angrier.

Semua perhatian yang dulu Olivia curahkan kepadanya secara cuma-cuma, kini menjadi milik orang lain. Because he stupidly throw it all away. And for the first time in his entire existent, Sabian wished he were someone else.

Jealousy, such a foreign word for Sabian.

And when finally, finally, their gaze met, it made Sabian feel something that he can’t put into word.

Tapi Olivia hanya tersenyum kecil padanya. seakan mengaminkan keberadaanya, lalu kembali sibuk dengan dunianya sendiri. Dunia yang Sabian tak lagi berhak ada di dalamnya. Dan tak peduli betapa lama Sabian menunggu, Olivia tak sudi membaginya sedetikpun lirikan. Seakan Olivia benar-benar lupa bahwa Sabian ada di ruang yang sama dengannya.

It hurts even more when he thought that he’s not even worth a ripple of emotion from Olivia. Like he was no longer someone important in Olivia’s life. Mungkin memang iya.

Fuck. Jadi seperti ini rasanya menjadi asing karena pernah bersama.

The opposite of love is not hate, it’s indifferent. And for the first time it crossed his mind, Olivia was so moved on from him.

So fucking moved on.

Kini Sabian sadar Olivia tidak mengunfollownya bukan karena masih ngarep, tapi karena ia setidakpenting itu bagi Olivia hingga Olivia tidak merasa perlu repot-repot mengunfollow segala.

Olivia was like a lake and Sabian just meant to thread the water, but now he’s fallen in too deep.

But it’s too late.

He love Olivia all along. He has been in love with Olivia long before he himself realize it.

Apakah ini namanya cinta yang terlambat disadari?

Olivia berusaha tetap tenang saat ia keluar dari toilet cafe dan menemukan Sabian di sana. Ia tidak mau kegeeran dan berpikir bahwa pemuda itu sedang menunggunya. Buat apa?

“Hi… Udah lama nggak ketemu ya?” sapa Sabian.

Olivia tersenyum sopan. “Iya.” Jawabnya sambil mencuci tangan. Olivia cuma ingin cepat-cepat pergi, menjauh dari Sabian.

Olivia was no longer mad at Sabian. She was no longer mad at the fact that she gave her love to the wrong person. Because maybe… that person need it the most at that moment. Sabian was not an awful person and the memories they had together was one to remember. Maybe Sabian was just simply lost in the ambiguous riddle of life. And Olivia was just another road he need to find himself.

As Sabian to her.

Mungkin, mereka dipertemukan hanyalah sebagai pelajaran hidup bagi satu sama lain.

Meski Olivia sudah tak lagi marah, but she wasn’t herself for months because of this man. Tidak benci bukan berarti ia masih ingin berurusan dengan orang yang membuatnya menyecap sedih berkepanjangan. No thanks.

“Olivia.” Panggil Sabian. “Itu… pacar kamu yang baru?” tanyanya tak bisa menahan diri.

Olivia mengernyit bingung. Untuk apa Sabian peduli?

“Kenapa?”

“Kenapa dia?”

“Emang kenapa kalau dia?”

“Look at you. Kamu bisa dapet siapa aja yang kamu mau.” kata Sabian meski ia tau ia sudah kelewatan. Pacar Olivia yang sekarang terlalu biasa aja untuk seorang Olivia Carla.

“Ya terus?” tanya Olivia tetap kalem, tidak mau kepancing emosi. Sabian tidak perlu tahu kalau setelah putus dengannya, Olivia seperti tidak tahu lagi caranya jatuh hati.

“Kenapa dia?” tanya Sabian sambil menahan lengan Olivia yang hendak keluar dari tempat itu. Apa yang Olivia lihat dari orang itu? Kenapa Olivia memilihnya? Sabian tahu ia tidak berhak, tapi ia tak bisa menahan diri. Selfish prick. He knows.

“Effort, Sabian. Effort. That’s what make a person charming.” Jawab Olivia sambil melepas jemari Sabian dari lengannya dan berlalu pergi. Meninggalkan Sabian yang diam mematung.

Olivia didn’t need a revenge because the fact that Olivia was no longer her was enough of punishment for Sabian.

Sabian baru sadar, hubungan harmonis kedua orang tuanya dapat terjadi bukan karena mereka tidak pernah bertengkar. Mereka tidak pernah bertengkar karena keduanya sama-sama saling berusaha dan bertoleransi. Compassion is the word. Saling berusaha untuk memahami dan mau mengalah karena menyadari hubungan mereka lebih berharga daripada ego masing-masing.

Sabian nyaris memiliki semua itu, bersama Olivia. Olivia probably the one who’s gone through so much in their relationship, putting up with his bullshit all along just because she loved him. Tapi keegoisan membutakan mata Sabian. How stupid.

He was the one who jeopardize his happiness. Olivia almost be his one and only. Olivia almost be his happily ever after. But he screwed it up.

For the first time, Sabian knows what is like to be jealous. For the first time, he knows what is like to be broken hearted. For the first time he love someone who doesn’t love him back, any longer. His first one-sided love. And everything happen all at once.

All because of one person.

Olivia Carla.

He just realize that he never want something so bad as much as he want Olivia back to his life.

And it will take a whole lot more than just love if he wants Olivia back to his life. If, it even possible.

Effort.

If only he knew back then.

That’s the thing about unhappiness. All it takes is for something worse to come along and you realize it was actually happiness all along

Add a comment

Related posts:

Please visit the TechNexus publication on Medium

More thoughts from our ecosystem at http://www.medium.com/technexus. “Please visit the TechNexus publication on Medium” is published by TechNexus Venture Collaborative.

AUTO TRADE BOT

Our team has developed a blockchain-based automated trading system which lets our members actively trade in and out of eth based cryptocurrencies, without constantly monitoring their plays. Over the…

The River Of Life

Three men walked into a bar. They each sipped from a bowl of vinegar. One found it bitter, like the suffering in life that he seeks to avoid. One found it sour, like the people whose lives he needed…